Dari Mujahadah ke Muraqabah, sampailah pada Musyahadah

Mujahadah : Berjihad menumpas hawa nafsu yang menghalangi jiwa untuk dekat kepada Allah Ta’ala.
Muraqabah : Memperhatikan gerak-gerik hati, jangan sampai terpengaruh dengan dunia dan hawa nafsu.
Musyahadah : Menyaksikan dengan jiwa akan kebesaran Allah Ta’ala dan alam ghaib yang penuh dengan keajaiban da kebesaran Allah Ta’ala.

Dan diantara tanda-tanda Ulama’ akhirat itu ialah banyak memperhatikan ilmu batin, dengan muraqabah hati, dengan mengenal jalan akhirat, cara menempuhnya, dan benar-benar berharap menyingkap hal yang demikian itu dengan mujahadah dan muraqabah.

Sesunguhnya mujahadah itu membawa kepada musyahadah dan ilmu hati yang halus-halus, dimana dengan ilmu-ilmu itu terpancarlah segala sumber hikmat dari hati.

Adapun kitab-kitab dan segala pengajaran, tidaklah mencukupi untuk kita mendekatkan diri pada Allah Ta’ala. Tetapi hikmat yang diluar hinggaan dan tak terhitung itu hanya terbuka dengan mujahadah, muraqabah, langsung mengerjakan amalan dzahir dan amalan batin dan duduk beserta Allah Ta’ala dalam sebuahkhilwah (persemadian), serta menghadirkan hati (jiwa) dengan pikiran yang putih bersih, terputus dari yang lain dan langsung kepada Allah Ta’ala.
Itulah kunci ilham dan sumber kasyaf(terbukanya hijab).

Berapa banyak pelajar yang sudah lama belajar tetapi sanggup menangkap sepatah katapun dari apa yang didengarnya. Dan berapa banyak pelajar memilih yang penting-penting saja dalan pelajarannya, menyenpurnakan amal dan muraqabah hati, tapi dibukakan oleh Allah Ta’ala kepadanya ilmu-ilmu hikmat yang sangat halus, yang mengherankan akal orang-orang yang bermata hati.

Dan karena itulah Nabi Muhammad SAW bersabda : “Barangsiapa mengerjakan sesuatu yang diketahuinya, niscaya diberikan oleh Allah Ta’ala kepadanya ilmu pengetahuan yang belum pernah diketahuinya”.

Pada sebagian kita-kitab lama menyebutkan :“Hai Bani Israil, janganlah mengatakan ilmu itu ada dilangit, lantas siapakah yang menurunkannya ke bumi? Janganlah kamu mengatakan ilmu itu ada di perut bumi, lantas siapakah yang mengeluarkannya ke atas bumi? Dan janganlah kamu mengatakan ilmu itu ada di seberang lautan, lantas siapakah yang membawanya kemari? Ilmu itu dijadikan di dalam hatimu. Beradablah dihadapkanKu dengan adab orang-orang ruhaniah (ruhaniyyin), berbudi pekertilah kepadaKu dengan budi pekerti shiddiqin, maka akan Aku lahirkan ilu itu di dalam hatimu sehingga menutupimu dengan kebaikan dan kelebihan ilmu”.

Berkata Sahl bin Abdullah At-Tusturi r.a.:“Keluarlah orang-orang yang berilmu (Ulama’), orang-orang ahli ibadah (Ubbad), dan orang-orang zuhud (Zuhhad) dari dunia ini. Hati mereka terkunci dan tidak terbuka selain kepada orang-orang shiddiqin dan syuhada’ (orang-orang syahid)”. Kemudian Sahl membaca firman Allah Ta’ala : “Wa ‘indahu mafatihul ghaib, la ja’lamuha illa hu”(Dan disisi Allah kunci-kunci perkara yang ghaib, tidak ada yang tahu, selain Allah) –S. Al-An’am, ayat: 59.

Jika bukan pengetahuan hati dari orang-orang yang memiliki nur kebatinan, yang menjadi hakim atas ilmu-ilmu dzahir, tentu tidaklah Rasulullah SAW bersabda : “Mintalah fatwa kepada hatimu, walaupun orang lain telah berfatwa kepadamu..telah berfatwa kepadamu..telah berfatwa kepadamu!”.

Rasulullah SAW bersabda akan wahyu yang diriwayatkan dari Tuhannya Yang Maha Tinggi :“Senantiasalah hambaKu mendekatkan dirinya kepadaKu dengan amal ibadah sunnat, sehingga Aku sayang kepadanya. Apabila Aku telah saying kepadanya, maka adalah Aku pendengarnya, dimana ia mendengar dengan pendengaran itu”.

Berapa banyak pengertian-pengertian yang halus dari rahasia-rahasia Al-Qur-an yang terguris dalam hati orang-orang yang berdzikir dan berfikir kepada Tuhan semata, yang tidak disebutkan dalam kitab-kitab tafsir dan tidak sampai kepadanya pandangan ahli-ahli tafsir yang utama.
Apabila terbuka hal yang demikian itu bagi murid yang ber-muraqabah, lalu dikemukakannya kepada Ulama’-ulama’ tafsir, niscaya mereka akan menerimanya dengan baik. Dan mereka itu mengetahui bahwa yang demikian itu adalah diantara pemberitahuan hati yang suci dan Rahmat Allah Ta’ala dengan cita-cita yang tinggi yang dicurahkan kepada murid tersebut.

Dan begitu pula tentang ilmu mukasyafah dan segala rahasia ilmu mu’amalah serta bisikan-bisikan hati yang halus. Maka tiap-tiap ilmu dari ilmu-ilmu ini adalah ibarat lautan yang tak terduga dalamnya. Kebanyakan orang hanya berkecimpung sekedar yang ia lihat dengan mata mereka, mereka seperti sekedar memakan buah saja tapi tak mau memikirkan dari mana asal buah itu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“ustadznya rajin baca dan semangat” Akan tetapi kami berharap semoga Allah selalu meluruskan niat kami dan kita semua dalam beribadah dan bedakwah di jalan-Nya. Kita tidak berharap semoga setiap tulisan tentang ilmu dan yang kami tulis, kamilah yang pertama mempraktekkanya. Kami berharap setiap status nasehat yang kami upload, kamilah yang pertama melakukannya. Kami berharap setiap petikan faidah yang kami petik, kamilah yang pertama menerapkannya.   Disebut berilmu jika mengamalkannya Sahabat Abu Dar’da radhiallahu anhu berkata, لا تكون عالماً حتى تكون متعالماً ، ولا تكون بالعلم عالماً حتى تتكون به عاملاً “Tidaklah seorang berlimu sampai ia belajar (sebelumnya), tidaklah seorang berilmu terhadap suatu ilmu sampai ia mengamalkannya.”[1] Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, لا يزال العالم جاهلاً بما علم حتى يعمل به ، فإذا عمل به كان عالماً “Seorang ‘Alim (berilmu)  itu masih dianggap Jaahil (bodoh) apabila dia belum beramal dengan ilmunya. Apabila dia sudah mengamalkan ilmunya maka jadilah dia seorang yang benar-benar ‘Alim (berilmu).”[2]     Berusaha mengamalkan ilmu Imam Ahmad rahimahullah berkata, ما كتبت حديثا إلا وقد عملت به حتى مر بي أن النبي صلى الله عليه وسلم ) احتجم وأعطى أبا طيبه دينارا فأعطيت الحجام دينارا حين احتجمت “Tidak pernah aku menulis sebuah hadits pun kecuali aku akan berusaha mengamalkan hadits tersebut. Hingga pada suatu ketika, sampai kepadaku sebuah hadits yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berbekam dan memberi upah kepada Abu Thayyibah (tukang bekam) sebanyak satu dinar, maka aku pun memberikan upah satu dinar kepada tukang bekam setiap kali aku berbekam.”[3] Asy-Sya’bi rahimahullah berkata, كنا نستعين علي حفظ الحديث بالعمل به ، وكنا نستعين على طلبه بالصوم “Kami berusaha menghapal hadits dengan mengamalkannya dan kami berusaha menuntut ilmu dengan bantuan berpuasa.”[4] Oleh karena itu Allah Azza wa Jalla berfirman, جَزَاء بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ “Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan.” [Al-Waqi’ah: 24]   Allah TIDAK berfirman, جَزَاء بِمَا كَانُوا يعَلمُونَ “Sebagai balasan apa yang telah mereka ketahui.”     Kemurkaan Allah jika sekedar teori dan tidak mengamalkan ilmu ِAllah Ta’ala berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan. Hal (itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (sh-Shaff: 3)   Demikian juga Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan dalam sahihnya, beliau berkata, حَدَّثَنَا عَلِيٌّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ قِيلَ لِأُسَامَةَ لَوْ أَتَيْتَ فُلَانًا فَكَلَّمْتَهُ قَالَ إِنَّكُمْ لَتُرَوْنَ أَنِّي لَا أُكَلِّمُهُ إِلَّا أُسْمِعُكُمْ إِنِّي أُكَلِّمُهُ فِي السِّرِّ دُونَ أَنْ أَفْتَحَ بَابًا لَا أَكُونُ أَوَّلَ مَنْ فَتَحَهُ وَلَا أَقُولُ لِرَجُلٍ أَنْ كَانَ عَلَيَّ أَمِيرًا إِنَّهُ خَيْرُ النَّاسِ بَعْدَ شَيْءٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا وَمَا سَمِعْتَهُ يَقُولُ قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُهُ فِي النَّارِ فَيَدُورُ كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِرَحَاهُ فَيَجْتَمِعُ أَهْلُ النَّارِ عَلَيْهِ فَيَقُولُونَ أَيْ فُلَانُ مَا شَأْنُكَ أَلَيْسَ كُنْتَ تَأْمُرُنَا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَانَا عَنْ الْمُنْكَرِ قَالَ كُنْتُ آمُرُكُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ وَأَنْهَاكُمْ عَنْ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ رَوَاهُ غُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ Ali menuturkan kepada kami, Sufyan menuturkan kepada kami dari al-A’masy dari Abu Wa’il dia berkata;ada orang yang berkata kepada Usamah, “Seandainya saja engkau mau mendatangi si fulan dan berbicara menasihatinya.” Maka dia menjawab, “Apakah menurut kalian aku tidak berbicara dengannya melainkan aku harus menceritakannya kepada kalian. Aku sudah menasihatinya secara rahasia. Aku tidak ingin membuka pintu yang menjadikan aku sebagai orang pertama yang membuka pintu fitnah itu -menasihati penguasa dengan terang-terangan-. Aku pun tidak akan mengatakan kepada seseorang sebagai orang yang terbaik -walaupun dia adalah pemimpinku- setelah aku mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Mereka bertanya, “Apa yang kamu dengar dari beliau itu?”. Dia menjawab; Aku mendengar beliau bersabda, “Akan didatangkan seorang lelaki pada hari kiamat kemudian dia dilemparkan ke dalam neraka danterburailah isi perutnya di neraka sebagaimana seekor keledai yang berputar mengelilingi penggilingan. Maka berkumpullah para penduduk neraka di sekitarnya. Mereka bertanya, “Wahai fulan, apa yang terjadi padamu, bukankah dahulu kamu memerintahkan yang ma’ruf kepada kami dan melarang kami dari kemungkaran?”. Lelaki itu menjawab, “Dahulu aku memerintahkan kalian mengerjakan yang ma’ruf sedangkan aku tidak melakukannya. Dan aku melarang kalian dari kemungkaran namun aku justru melakukannya.” [5]   Ilmu akan ditanya dan dipertanggung jawabkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ “Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai dia ditanya tentang umurnya untuk apa dihabiskan; tentang ilmunya, apa yang dia amalkan; tentang hartanya, dari mana dia dapatkan dan pada perkara apa dia infakkan (belanjakan); serta tentang badannya, pada perkara apa dia gunakan.”[6] Beliau juga besabda, القُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ “Al-Quran akan menjadi hujjah (yang akan membela) engkau atau akan menjadi bumerang yang akan menyerangmu. “[7]   Semoga kita selalu bisa mengamalkan ilmu kita Dengan senantiasa berdoa (terutama sebelum salam shalat)  agar kita selalu mendapat bantuan dari Allah agar kita bisa beribadah kepada-Nya. اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik. [Ya Allah, tolonglah aku untuk berdzikir pada-Mu, bersyukur pada-Mu, dan memperbagus ibadah pada-Mu].”[8] Semoga kita segera sadar bahwa ilmu yang tidak kita amalkan ternyata menunjukkan bahwa niat kita menuntut ilmu tidak benar, bisa jadi pujian dan sanjungan manusia saja. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, كُلُّ عِلْمٍ وَعَمَلٍ لاَ يَزِيْدُ الإِيمَانَ واليَقِيْنَ قُوَّةً فَمَدْخُوْلٌ، وَكُلُّ إِيمَانٍ لاَ يَبْعَثُ عَلَى الْعَمَلِ فَمَدْخُوْلٌ “Setiap ilmu dan amal yang tidak menambah kekuatan dalam keimanan dan keyakinan maka telah termasuki (terkontaminasi niat ikhlasnya, pent), dan setiap iman yang tidak mendorong untuk beramal maka telah termasuki (tercoreng).”[9]   Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in. Walamdulillahi robbil ‘alamin.